Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan realisasi impor beras melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) hanya kurang dari lima persen dari total kebutuhan nasional.
Saat berkunjung ke gudang Bulog di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Senin, Jokowi menjelaskan impor beras perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan harga komoditas tersebut di tingkat konsumen.
“Lima persen itu berasal dari Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Pakistan. Tidak mudah untuk mengakomodir kebutuhan beras bagi 280 juta penduduk Indonesia,” ujarnya.
Dalam kunjungan tersebut, Jokowi memastikan ketersediaan dan stabilitas pasokan pangan nasional serta menyalurkan bantuan cadangan pangan kepada keluarga penerima manfaat.
Dia memastikan, penyaluran bantuan beras 10 kilogram setiap bulan kepada keluarga penerima manfaat akan berlanjut hingga Juni dan diperkirakan akan diperpanjang hingga Desember, tergantung ketersediaan APBN.
Menurut Presiden, inisiatif bantuan beras ini merupakan respon pemerintah terhadap kenaikan harga beras akibat inflasi pangan global.
Namun harga beras di Indonesia masih relatif terjangkau dibandingkan negara lain yang mengalami kenaikan harga hingga 50 persen, ujarnya.
Di sisi lain, Jokowi mengakui menjaga harga beras di Indonesia merupakan tantangan karena menjaga kesejahteraan petani dan keterjangkauan harga bagi konsumen.
Oleh karena itu, Kepala Negara optimistis penyaluran bantuan beras sebanyak 10 kilogram ini akan meringankan beban masyarakat yang terkena dampak kenaikan harga tersebut.
Berdasarkan data terakhir awal Mei 2024, realisasi impor beras mencapai 1,3 juta ton dari total kuota 3,6 juta ton.
Bulog memproyeksikan kebutuhan beras di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 31,2 juta ton berdasarkan prognosis neraca pangan nasional periode Januari-Desember 2024 yang disusun Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Artinya, realisasi impor beras di Indonesia baru mencapai 4,1 persen dari total kebutuhan dalam negeri.