Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan, fasilitas pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif (Refuse-Derived Fuel atau RDF) Plant di Rorotan, Jakarta Utara, merupakan salah satu pengembangan RDF terbesar di dunia.
Pernyataan itu disampaikan Hartono saat melakukan peletakan batu pertama Pabrik RDF bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Asep Kuswanto dan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono, Senin.
“Fasilitas ini akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Ini merupakan bagian terkecil dari upaya Pemprov DKI dalam mengendalikan permasalahan sampah,” ujar Hartono.
Hartono menjelaskan, fasilitas Pabrik RDF di Rorotan mampu mengolah 2.500 ton sampah setiap hari dan menghasilkan 875 ton produk RDF atau bahan bakar alternatif per hari.
Pabrik RDF Jakarta akan dibangun di atas tanah milik Pemprov DKI Jakarta seluas 7,87 hektar yang terletak di Kecamatan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Anggaran untuk membangun fasilitas tersebut lebih dari Rp1,28 triliun (US$79,5 juta) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jakarta tahun 2024.
Dia menegaskan, saat ini Jakarta harus memprioritaskan pengelolaan sampah di dalam kota agar dapat mengurangi beban Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang.
Fasilitas RDF Plant Jakarta ditargetkan selesai pada akhir tahun 2024 dan dapat beroperasi pada tahun 2025 untuk mendukung pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir di dalam kota Jakarta.
Salah satunya RDF. Banyak teknologi lain yang juga bisa diterapkan di DKI Jakarta, namun sebisa mungkin Pemprov DKI menghindari ‘tipping fee’, kata Hartono.
Hartono menjelaskan, pembangunan Pabrik RDF di Rorotan merupakan bagian dari upaya menjadikan Jakarta sebagai kota global yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, Jakarta harus mengelola sampah seperti negara-negara maju melalui berbagai upaya, seperti memprioritaskan pengembangan pengolahan sampah di dalam kota.
“Saya punya pemikiran, salah satunya kita harus berani membangun tempat pembuangan akhir sampah seperti Bantargebang,” tandasnya.
“Kami punya gambaran kalau di sisi utara laut bisa menjorok lima kilometer ke daratan,” tambahnya.
Nantinya, sampah tersebut bisa diolah dengan teknologi tinggi di daerah tersebut. “Tentunya hal ini perlu kita kaji bersama para ahli dan akademisi,” kata Hartono.